Minggu, 04 Maret 2012

Kuliah Politik di DPR-RI, Jakarta

       
    Jalan yang terbentang sangat lebar dan besar namun tetap tidak cukup menjamin kelancaran mobilitas padatnya kendaraan yang lewat. Mungkin sepeti itulah saya dapat menggambarkan kota Jakarta. Udara panas dan kemacetan menemani kami ketika berangkat dari wisma kabupaten Bantul di jalan Kaji ke sekretariat IKOHI. Tiba di tempat tujuan kami di sambut oleh senyuman dan jabatan tangan pengurus dan anggota IKOHI, yang telah menunggu kami. Adalah ibu Yeti, sekretaris IKOHI yang membuka pertemuan kami. Ibu Yeti ditemani oleh mas Zainal sebagai programmer menjelaskan kepada kami tentang IKOHI. IKOHI adalah singkatan dari Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia. Mereka tidak hanya bergerak dengan usaha mencari bantuan advokasi terhadap korban dan keluarga korban tetapi juga pemulihan mental atau psikis dari keluarga yang mengalami penghilangan secara misterius oleh pemerintah. Di tempat kami berdiskusi hadir juga pak Benny dan ibu Maria Sanu yang juga menjadi anggota  IKOHI. Pak Benny dulunya memiliki kakak yang aktif berpolitik dan memihak rakyat. Bahkan penghargaan dari Presiden dia tolak untuk menjaga kenetralan integritasnya. Namun apa yang menjadi prinsipnya juga menjadi penyebab penghilangan dirinya. Peristiwa Tanjung Priok pada tahun 1984 tidak pernah terlupa oleh pak Benny. Waktu itu dua orang suruhan pemerintah memasuki masjid tanpa melepas sepatu. Belum jelas apa tujuan kedua orang tersebut. Namun wilayah sekitar masjid itu memang adalah pusat partat PPP yang menolak untuk tunduk secara ideologi terhadap Soeharto. Terang saja, hal itu memicu amarah warga setempat. Namun bukannya ditahan oleh polisi untuk meredakan dan menghindari amukan warga, kedua pria itu ditahan di kodim. Selang beberapa hari rombongan warga menuntut unutnk memindahkan kedua tahanan tersebut ke kantor polisi setempat. Tapi ketika mereka berarak kesana yang mereka dapatkan adalah pagar betis dari tentara dan akhirnys tidak dapat dihindarkan terjadilah kekacauan. Kekacauan tersebut mengakibatkan hilangnya secara misterius sejumlah orang orang termasuk kakak pak Benny.
            IKOHI juga sempat beraksi di depan istana kepresidenan. Mereka menuntut dikembalikakannya 13 orang yang hilang dalam kerusuhan Mei ’98. Maksud utama mereka sebenarnya bukanlah meminta agar keluarga mereka dikembalikan tapi agar terselenggaranya pengadilan HAM bagi para korban. Mereka ingin agar para pelaku penghilangan orang pada kerusuhan Mei ’98 mendapat ganjaran yang setimpal. Disebutkan bahwa tim mawar yang dikepalai oleh Prabowo bertanggungjawab atas peristiwa tersebut. Salah seorang dari yang ikut berdemo adalah Arie Priambodo, dia adalah mahasiswa fakultas filsafat UGM. Kakaknya yang bernama Petrus Priambodo manjadi salah satu korban orang hilang di kerusuhan tersebut. Mereka sempat mengantarkan surat juga kepada Presiden namun entah apakah sampai ke tangan presiden atau tidak.
Lain pak Benny lain pak Effendi Saleh. Pak Effendi adalah salah seorang mantan tapol di pulau Buru. Dulunya dia adalah salah seorang anggota dari SOBSI. SOBSI adalah serikat organisasi buruh seluruh Indonesia. Dulunya dia bekerja sebagai karyawan unilever. Pada waktu itu dia sempat ikut pelatihan militer di dekat lubang buaya pada malam peristiwa G30S/PKI. Dia dan banyak orang lainnya mendapat izin dari pihak perusahaan untuk mengikuti pelatihan tersebut. Dia dan rekan senasibnya mengikuti pelatihan tersebut karena mengira pelatihan tersebut dalam rangka nasionalisasi perusahaan asing dan mengikuti gerakan ganyang Malaysia. Namun ternyata karena gerakan pemutihan atau penghapusan PKI. Soeharto “menyikat” habis semua yang memiliki hubungan dengan PKI. Termasuk pak Effendi dan teman-temannya yang turut berlatih di dekat lokasi kejadian. Apalagi mereka anggota partai buruh. Perlu dicatat karena gerakan PKI adalah gerakan yang memiliki kekuatan buruh sebagai kekuatan utama. Sehingga pak Effendi dan teman-temannya dapat dikatakan berada di tempat yang salah dan waktu yang salah. Mereka mengalami penangkapan dan penahanan secara semena-mena tanpa proses pengadilan. Setelah mendapat cukup banyak pengalaman yang dibagikan kami pamit untuk pulang ke wisma. Sebelum pulang kami berfoto bersama dan mereka memberikan kenang-kenangan. 

@IKOHI


Abis itu kemana lagi can?



     Pada tanggal 26 siang hari kami berangkat ke gedung DPR. Terus terang segala hal terasa berbeda. Dari sejak masuk ke tempat parkir kami di periksa oleh satpam-satpam yang tidak menyeramkan. Gedung DPR sebagaimana ciri khas gedung-gedung di Jakarta memiliki kemegahan tersendiri. Pada kesempatan awal kami mengunjungi partai Gerindra yang berada di lantai 13. Dari lantai tersebut dapat terlihat kota Jakarta secara berbeda. Terlihat juga masjid dan gedung kembar yang berada di sebelahnya serta tidak kalah besarnya. Awalnya kami menunggu cukup lama kedatangan wakil dari partai Gerindra tersebut. Namun pengertian dari tuan rumah yang memberi kami makan cukup menghibur kami. Sempat terpikir oleh saya jika seandainya sekali makan anggota DPR semahal ini, menurut taksiran saya 20 ribu rupiah, itu merupakan pemborosan. Apalagi gaji anggota DPR berkisar puluhan juta dengan segala macam tambahannya.  Gaji seperti itu tentu sudah cukup untuk membiayai makan sendiri.
      Amat sangat disayangkan bahwa kami harus terbagi dua kelompok, Kelompok A Fraksi Gerindra di lantai 17 yang disambut oleh Edhy Prabowo MM. MBA yang agak terlambat dalam mengikuti diskusi dikarenakan sedang ada rapat dengan KOMISI VI DPR RI dalam membahas proyek mobil Esemka untuk diproduksi secara masal dan akan diekspor juga ke luar negeri. Diskusi kali ini berjalan cukup ringan, beberapa poin penting dalam diskusi ini :
  • Pembukaan dari diskuso oleh bapak Edhy beliau menceritakan tentang sejarah hidupnya sampai bertemu dengan Prabowo Subiyanto dan mengikutinya sampai sekarang
  • Fraksi Gerindra merupakan fraksi pertama yang menolak pembangunan gedung baru DPR
  • Tentang Bailout bank century fraksi gerindra juga memiliki wakil yang bekerja sebagai Pansus dan akan tetap mengusut kemana aliran dana trilyunan rupiah itu
Fraksi Gerindra DPR-RI

Kelompok B segera menuju ke ruangan fraksi partai PDI-P. Tokoh yang akan kami temui adalah Maruarar Sirait. Sebagaimana biasanya kami harus menunggu lagi. Tapi pada kesempatan ini hal itu cukup memberi kami waktu untuk menunggu teman-teman yang di fraksi Gerindra. Kami dijamu oleh sekretaris pak Maruarar sehingga sekali lagi kami makan siang di kantin nusantara 1. Saya kenyang sekali siang itu. Kembali ke ruangan fraksi PDI-P kami diberi kue lagi.  Sebelum teman-teman yang lain datang kami diajak oleh sang sekretaris untuk melihat-lihat ruangan kerja pak Maruarar Sirait.  Tidak lama setelah itu teman-teman yang lain datang, begitu juga pak Maruarar. Kami mulai memasuki pembicaraan diskusi. Sekali lagi pak Maruarar Sirait mengajak kami untuk melihat ruangannya. Dia ingin menujukkan beberapa hal yang tidak wajar  di  DPR. Seperti rencana pembangunan gedung baru DPR, pembangunan ruang banggar dan toilet di DPR.  Dia dengan jelas menyatakan sifatnya yang menentang hal-hal yang jelas merugikan. Pak Maruarar menceritakan kisahnya ketika mengumpulkan tanda tangan untuk mengusut kasus bank Century. Dia menceritakan kesusahan dan tantangan yang dia lalui. Bagaimana dari awal dia memiliki sedikit pendukung sampai akhirnya dia bisa mendapatkan banyak dukungan yang berarti.
Pak Maruarar banyak menceritakan tentang bagaimana persiapan itu sangat penting untuk mencapai kemenangan. Victory loves preparation. Ia menceritakan kisahnya dari hal yang sederhana sampai kepada hal yang terbesar. Mulai dari persiapannya untuk menang pada turnamen bulu tangkis sewaktu dia SD dan sampai ia memenangkan pemilhan di Subang dalam pemilu caleg. Dia menceritakan pentingnya menjaga amanat rakyat dan mendapatkan rasa kekeluargaan dari rakyat. Sebagai contoh ia memberi sapi kurban pada idul kurban, merayakan ulang tahun anaknya bersama penduduk, serta yang terakhir ini mengurus sengketa tanah di Subang. Menurut saya dalam banyak hal yang pak Marurar katakan banyak benarnya, tentu saja kebenaran itu terlepas dari pribadinya. Seperti pepatah jika seekor beruk mengtakan kebenaran itu tetap saja adalah kebenaran meski dia seekor beruk. Jadi saya tidak akan men-judge individu tetapi perkataannya. Pak Maruar Sirait juga memberitahukan bahwa sebenarnya yang paling dapat menghancurkan kita adalah orang-orang yang berada di sekitar kita ketimbang musuh kita. Dia menceritakan tentang inner circle. Jadi inner circle adalah apa yang berda di sekitar kita dan menentukan siapa dan menjadi apa kita. Namun dalam bahasan kali ini inner circle yang dimaksud adalah inner circle dalam dunia politik yaitu, keluarga, pengusaha, partai, birokrat dan teman kursus. Ini semua menentukan setiap orang menjadi politisi seperti apa. Dia juga menekankan bahwa sebagai manusia penting untuk memiliki prinsip, mengikuti proses dan berorientasi pada hasil. Memang dalam hal penyampaian dari pak Maruarar dia hanya mengatakan hal-hal yang baik saja tentang dirinya dan tidak mengatakan saat-saat dia mengalami kejatuhan dan saat-saat terburuknya. Namun meski begitu apa yang dikatakannya sangat baik. Setelah diskusi kami berfoto bersama  dan kami bergegas untuk meningggalkan ruangan. Kami juga sempat diliput oleh wartawan Rakyat Merdeka. Berita lengkap bisa klik disini

Fraksi PDI-P DPR RI

Tujuan kami selanjutnya adalah Serikat Buruh di Indonesian Tower. Saat kami kesana terus terang saja kami mengalami perjalanan yang cukup sulit.  Kami dihadang macet dan sempat salah arah. Bahkan sebagian rombongan tidak dapat sampai ke tempat tujuan. Alhasil hanya sebagian dari kami yang mengikuti pertemuan dengan Serikat Buruh. Dalam pertemuan ini dibahas bagaimana sistem yang berlaku di Indonesia tidak menyejahterakan buruh tetapi justru sebaliknya membuat para buruh untuk tetap tersiksa dan tidak bisa mendapat penghidupan yang lebih baik. Pada saat itu dibahas juga bagaimana diadakannya rancangan program perlindungan sosial oleh pemerintah. Namun anehnya dalam program tersebut peran pemerintah justru sangat minim. Program itu membuat semacam subsidi silang di mana yang kaya membayar pajak lebih tinggi untuk membantu kesejahteraan yang miskin. Sepintas hal ini terlihat cemerlang namun ini berarti pemerintah menyerahkan penyelesaian masalah kepada penduduknya sendiri dan berusaha lepas tangan. Malam itu setelah kami tiba di wisma kami sangat lelah karena telah mengalami hari yang cukup berat.
Pagi hari karena bangun terlambat kami mendapat teguran langsung dari pak Idham karena ternyata pak Johan Effendi telah menunggu kami. Setelah agak lama kami mencari tempat pertemuan kami dan setelah cukup lama menunggu kami mendapat suguhan makanan langsung oleh pak Johan Effendi. Kesan pertama setelah saya melihat beliau adalah orang ini sangat lembut, auaranya sungguh bersahabat. Beliau adalah mantan Mensesneg pada masa pemerintahan Gus Dur. Sama seperti Gus Dur, beliau juga mewarisi paham pluralisme yang baik. Layaknya seorang kakek yang becerita kepada cucunya dia bercerita tentang zaman ketika perbedaan ideologi tidak menjadi pengahalang rasa kekeluargaan. Dia memberikan contoh salah seorang dari tokoh partai Masyumi yang sangat anti komunis. Kalau tidak salah namannya Isa. Isa ini meski sering bertentangan pendapat dengan D.N. Aidit namun setelah rapat mereka justru makan bersama di rumah Isa. Rasa kekeluargaan seperti itulah yang sekarang sudah mulai luntur katan beliau. Dia menyoroti bagamana sekarang rasa tenggang rasa dan toleransi sudah mulai luntur dengan banyaknya penghancuran rumah ibadah. Namun diskusi kami tidak selesai sampai di situ namun diskusi tersebut dilanjutkan hari esoknya di CSIS. Kami mohon pamit karena kami harus ke DPP PDI-P.
Ketika tiba di DPP PDI-P kami disambut oleh koordinator kaderisasi partai yang mulai menanyakan maksud kedatangan kami. Tidak lama setelah hal itu berselang muncul lagi seorang pengurus partai yang menjadi mantan walikota bernama Djarot Syaiful Hidayat. Dia menceritakan pentingnya azas Pancasila yang menjadi dasar dan ciri atau karakter bangsa Indonesia. Dia juga menjelaskan betapa bangsa kita ini sedang berada dalam penjajahan ekonomi dan penjajahan karakter atau kebudayaan. Tidak berpegang teguh pada Pancasila membuat bangsa kita kehilangan pegangan. Dia memberi contoh Cina yang memegang teguh prinsipnya sehingga sekarang mereka justru semakin maju. Setelah cukup lama memberikan masukan pak Djarot pamit lebih awal dan kami kemudian menyusul.

@DPP PDI-P

Petang harinya kami datang ke KONTRAS. Kami disambut dengan ramah oleh salah seorang pengurus di sana. Di KONTRAS kami mendapat penjelasan tentang panjangnya cerita pelanggaran HAM di Indonesia. Pada kesempatan ini kami mendapat keterangan lengkap tentang pelanggaran HAM di Bima. Bagaimana para penduduk justru ditipu ketika mereka dan dengan sengaja dihantam dengan kekuatan militer, bahkan isu tentang adanya sniper sungguh nyata. Mendengar penjelasan tersebut saya sepertinya mendapat pemahaman yang komprehensif karena mereka adalah orang-orang lapangan.    .
Kesokan pagi pada tanggal 27 kami berkunjung ke KPK. Sewaktu datang kesana saya sudah agak malu karena banyaknya wartawan di depan KPK. Apalagi ada orang yang diwawancarai. Ketika kami masuk ke KPK ternyata keamanan yang ada di KPK justru lebih ketat daripada di DPR. Mulai dari tempat parkir di tanyai satpam, berikut masuk keruangan harus memakai tanda pengenal, bahkan pintu antar tuangan memakai kartu pengaman (tapi salah satu sudah kiami rusakkan). Kami masuk dan melewati Direktorat Gratifikasi. Di etalase tersebut di pajang barang-barang gratifikasi. Tidak banyak yang bisa di dapatkan di KPK karena pematerinya terburu-buru. Setidaknya kami tahu sejarah berdirinya KPK serta sepak terjangnya. Keingintahuan saya tentang apakah KPK berhak untuk melakukan penyadapan telah terjawab setelah membaca  slide show tersebut. Pak Dani ayng menerima kami mengatakan bahwa KPK telat didirikan di Indonesia padahal negara-negara lain sudah lebih awal mendirikan lemabaga pemberantas korupsi. Sejak didirikan perjalanan KPK tidak lah berjalan mulus. Mulai dari kasus Antasari sampai Bibit dan Samat dipakai menajdi alasan menjatuhkan KPK.   

@KPK

 Berangkat dari KPK kami pergi bertemu pak Johan Effendi  di CSIS. Kali ini dia tidak sendiri. Dia ditemani oleh pak Phillips dan seorang lagi yang saya lupa namanya. Kami masih membicarakan bagaimana paham-paham ekstrem masih menyebar di lingkungan kampus. Tidak lama setelah berdiskusi kami kedatangan seorang tokoh lagi yang tidak kalah “antik”nya dengan pak Johan. Beliau-beliau ini adalah orang yang hidup seperjuangan dengan padar pendiri bangsa. Saya seperti melihat sejarah yang hidup. Pada pertemuan ini setidaknya ada delapan hal yang saya dapatkan yaitu, perlunya kejelasan ide organisasi, perlunya patron, hindari free riders, berpikir secara nasional, menjadi diri sendir (punya karakter), pentingnya berpolitik (it takes two to tango), pentingnya membentuk gagasan dan kekuatan. Semua hal tersebut sangat penting dalam membentuk kualitas diri, organisasi maupun partai.  Menjaga cita-cita, tujuan serta bentuk organisasi memang sangat penting. Tambahan dari pak Johan Effendi, beliau mengatakan bahwa di dunia ini berlaku suatu golden rule, yaitu perlakukanlah orang lain seperti dirimu sendiri.  
Foto bersama Johan Effendi

Kegiatan Kuliah Politik di Jakarta ini sangat bermanfaat dalam pengambangan kami sebagai individu maupun sebagi partai. Seluruh rangkaian kegiatan yang kami lakukan ini semata-mata adalah untuk pengembangan kader-kader yang berkualitas sebagai bentuk eksistensi Partai kami mata masyarakat UGM.

Ditulis oleh : Abraham Nempung


Tidak ada komentar:

Posting Komentar