MASALAH MIGAS – 3 CARA YANG HARUS DIUBAH ??
Bahwa negeri yang bernama Indonesia ini sesungguhnya cukup lumayan kaya dikaruniai berbagai macam sumber energy , juga migas. Namun demikian negeri ini terus kian mengalami masalah . Tentu ini ada berbagai faktor penyebab masalah yaitu adanya cara pandang, cara mendekati masalah dan cara memecahkan masalah yang seharusnya perlu diubah.
3 (tiga ) cara tersebut adalah sebagai berikut :
I. Cara Pandang terhadap Migas
Migas dipandang sebagai bisnis komoditi yang dapat diperdagangkan secara bebas . Karena sbg bisnis komoditi maka boleh diliberalkan dalam arti :
a. Bebas dikuasai oleh siapa saja,
b. Bebas dijual kemana saja
c. Bebas dijual dengan harga berapa saja mengikuti hg pasar internasional di New York (NY) sana.
Seharusnya migas tidak dipandang sebagai bisnis komoditi, melainkan migas harus dipandang sebagai barang strategis dan benda kesejahteraan karena menguasai hajad hidup orang banyak. Bila negara tidak memiliki kendali dan bahkan kendali berada pada mekanisme pasar maka sdh dapat diprediksi akan berisiko timbulnya destabilisasi.
II. Cara Mendekati Masalah
Cara mendekati masalah migas, kini yang dilakukan dengan cara pendekatan anggaran atau APBN. Contoh paling kongkrit adalah masalah subsidi BBM. Caranya adalah karena cara pandangnya thd migas sebagai bisnis komoditi yang boleh diliberalkan maka dalam penetapan anggaran (APBN) terlebih dahulu harga minyak ditetapkan berdasar acuan harga pasar bebas, pasar internasional atau hg di New York sono. Setelah hg mengacu harga di NY lalu tentu ada selisih dg harga domestik. Kemudian selisih itu dihitung sebagai subsidi. Subsidi ini kemudian menjadi masalah dalam APBN. Mudah ditebak, tentu saja kondisi subsidi APBN ini akan muncul berbagai komentar dan usul di media , misalnya :
1. APBN tidak sehat
2. Subsidi dalam APBN tidak tepat sasaran
3. Hapus subsidi , alihkan ke infrastruktur dll.
Tetapi tentu saja penetapan harga BBM dg acuan harga di NY ini wajar akan menimbulkan berbagai pertanyaan :
1. Apakah tepat misalnya bila rakyat Indonesia yg tinggal di Cepu harus membeli minyak yg diambil di Cepu tetapi dengan harga di NY ?
2. Apakah rakyat yang tinggal di Indonesia (termasuk yg tinggal di Cepu) yg jadi PNS, tentara, polisi, buruh, petani, nelayan, pedagang kecil, penghasilannya sama dengan penduduk di NY sana yang income per kapitanya +/- US $ 40.000 ?
3. Jika migas itu harganya disamakan dengan hg di NY sana bagaimana jika para PNS, tentara, polisi, pekerja buruh lalu menuntut diberi penghasilan sama dengan penduduk di NY sana ? apakah ini nanti tidak akan bikin bingung ? sedang para buruh menuntut upah sesuai tingkat hidup layak saja sudah timbul masalah.
4. Mengapa untuk menekan biaya energy ini tidak segera saja dilakukan program yg kongkrit switch dari minyak ke gas (lebih murah ) yang lebih luas ? Untuk mendukung program tsb apakah tidak lebih baik gas dikuasai dan diprioritaskan untuk kebutuhan domestik terlebih dahulu ?
Seharusnya cara pendekatan masalah terhadap migas bukan semata dengan cara pendekatan anggaran (APBN) , karena sesungguhnya munculnya angka subsidi hanyalah sebuah akibat.
Seharusnya pendekatan melalui konstitusi sebagai landasannya. Konstitusi pada UUD 45 pasal 33 salah satu intinya sangat jelas, mengamanahkan bahwa bumi air dan kekayaan alam yg terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar besarnya bagi kemakmuran rakyat. Jadi migas tidak boleh diliberalkan dan harganyapun tidak harus mengacu harga internasional di NY. Bila migas dikelola sesuai dg amanah konstitusi maka angka subsidi tidak sebesar spt yg sering diekspose di media.
III. Cara Mengatasi Masalah
Cara mengatasi masalah subsidi migas, karena pahamnya liberal dan pendekatannya dengan angka APBN maka usahanya menghilangkan subsidi . Caranya ya dengan menaikkan harga . Lalu tindakannya : harga gas, TDL Listrik, BBM terus menerus dinaikkan .
Menaikan harga bisa bertahap atau sekaligus sampai pada tingkat harga benar-benar full liberal mengikuti harga pasar internasional. Bila diperhatikan prinsip liberalisasi ini nyambung dengan butir butir yang ada dalam konsensus Washington ?
Alasan yg digunakan :
Dalam mengatasi masalah melalui menaikkan harga biasanya alasan yang digunakan:
APBN akan jebol, subsidi lebih baik untuk membangun infrastruktur, subsidi tidak tepat sasaran. Ini yg paling sering digaungkan . kemudian ajakan /kampanye yg disosialisasikan ke publik adalah “ bangga pakai premium non subsidi” tetapi sungguh berat untuk dilaksanakan.
Dampak risiko :
Dengan menaikkan harga migas maka akan berdampak risiko :
Distabilisasi politik , distabilisasi ekonomi, distabilisasi keamanan.
1. Terjadi demo dari berbagai elemen masyarakat,
2. Terjadi benturan antara rakyat pendemo dengan aparat ,
3. Di parlemen terjadi pro dan kontra .
Energy bangsa ini akhirnya menjadi sia sia. Aparat yang seharusnya memerangi/menangkap para pencopet, bandar narkoba, malah energynya digunakan untuk mencari dan menangkap para pemimpin demonstran yg protes kenaikan hg BBM.
Dengan terjadinya kenaikan hg migas menjadikan Harga Pokok Industri meningkat dan rakyat terkena beban hidup kian tinggi melemahkan daya beli. Dua arah bertemu ( harga barang naik & daya beli turun ) secara gradual lalu terjadilah proses pemiskinan.
Dibalik itu semua tentu ada pihak yang diuntungkan yaitu para penguasa migas yg beroperasi di Indonesia dg menjual migas di area domestik tetapi dengan harga pasar internasional, akan memperoleh imbalan keuntungan yang kian tinggi.
Seharusnya dalam mengatasi masalah migas,karena migas sebagai barang strategis sekaligus sbg benda kesejahteraan dan pengelolaannya harus mengikuti amanah konstitusi maka migas tidak boleh diliberalkan.Untuk itu dalam mengatasi masalah migas :
1. Migas harus dikelola oleh bangsa sendiri secara mandiri baik produksi, distribusi dan penetapan harga.
2. Upaya lebih lanjut adalah renegosiasi kontrak , stop perpanjangan kontrak migas yg jatuh tempo, serta merevisi UU Migas yang tidak sesuai dengan spirit penguasaan migas oleh bangsa sendiri
3. Untuk pengelolaan secara mandiri tsb maka negara harus memiliki kepanjangan tangan berupa BUMN Petamina . Sebagai konsekuensinya BUMN Pertamina harus dibesarkan dan diberi peluang untuk terus berkembang.
4. Alokasi migaspun harus prioritas untuk kebutuhan domestik dahulu karena migas itu barang strategis dan menguasai hajad hidup orang banyak.
5. Selain titik berat pada kemandirian pengelolaan, juga menitik beratkan pada sektor riil seperti menciptakan energy alternatif, menciptakan alat transportasi yg hemat bahan bakar spt mobil listrik, juga upaya memperbanyak Depo BBG, pendukung infrastruktur distribusi BBG misalnya membangun/memperbanyak SP BBG.
Dampak Risiko :
Dengan penguasaan migas oleh bangsa sendiri ini akan berisiko berhadapan dengan para penguasa migas ( utamanya investor asing ) dan juga para Mafioso minyak yg memperoleh keuntungan dengan tataniaga spt sekarang ini. Dan ini bisa muncul tuduhan negatif spt: tidak ada kepastian hukum, iklim investasi tidak kondusif dll. Negeri yang sudah bergantung pada datangnya investor asing, kondisi ini akan menjadi hambatan berat.
Tetapi dibalik ini semua arah peta jalan ekonomi akan sesuai dengan amanah para pendiri bangsa, harga migas tidak perlu diombang ambingkan oleh harga international kmd tidak perlu merubah rubah asumsi APBN setiap tahun. Dengan kata lain Indonesia akan menjadi negara yg berdaulat yang sesungguhnya , paling tidak dalam bidang energy, bukan sekedar berdaulat itu ukurannya boleh mengibarkan bendera sang saka merah putih.
Berdasarkan uraian dampak kemungkinan risiko yg terjadi, maka kita berharap bahwa pemimpin untuk tahun 2014 akan melakukan perubahan sbb :
1. Migas tidak dipandang sebagai bisnis komoditi yg boleh diliberalkan,melainkan harus dipandang sebagai barang strategis dan benda kesejahteraan karena menguasai hajad hidup orang banyak
2. Cara mendekati masalah migas bukan dengan pendekatan Anggaran (APBN) semata, melainkan dengan pendekatan Konstitusi UUD 45 ps 33
3. Cara mengatasi masalah tidak dengan semata menaikan harga, melainkan dengan secara bertahap migas dikelola oleh bangsa sendiri karena merupakan bagian dari perwujudan kedaulatan ekonomi dan sekaligus menghindari dampak risiko terjadinya destabilisasi